Sabtu, 24 Mei 2008

Kartini Bukan Kartono

Ketika kalender menunjukkan angka 21 di bulan April, pasti terlintas dalam benak kita sosok pejuang wanita, R.A. Kartini. Bahkan kalo kita lihat sekeliling kita, banyak digelar parade kartini yang memakai kebaya plus tak ketinggalan kondenya.

Bahkan, banyak aktivis perempuan yang katanya memperjuangkan hak wanita agar sama dengan pria, membawa-bawa nama Kartini sebagai simbol pejuang feminisme. Gerakan ini berusaha, bagaimana pun caranya, agar wanita bisa menduduki posisi yang biasanya didominasi pria, meskipun harus mengabaikan nilai budaya apalagi agama. Walhasil, bisa kita lihat sekarang, banyak sekali bertebaran wanita karier di perkantoran. Bahkan kini sedang diperjuangkan agar wanita bisa menduduki banyak kursi di dewan perwakilan, lebih kenceng lagi berusaha menjadi presiden. Kecerdasan dan penampilan menarik wanita pun dieksploitasi habis-habisan.

Gals, coba kita tengok, yang biasanya jadi sales promotion itu cewek apa cowok?, yang biasanya dimajukan ketika mengajukan lobi, atau memamerkan barang produksi itu cewek ato cowok? Bahkan bukan jadi rahasia lagi, jasmani wanita pun banyak dieksploitasi di berbagai tempat hiburan, yang dilindungi pemerintah demi pemasukan pajak pendapatan.

Gals, kalo kita tilik sejarah lagi, ternyata Kartini yang banyak bergaul dengan noni-noni Belanda memang pada awalnya menganggap budaya Eropa/Belanda sebagai budaya yang tinggi dan patut dicontoh. Namun semenjak dia mempelajari Islam melalui Al-Qur’an, dia menjadi sadar, dan menganggap ideologi kebebasan yang digembar-gemborkan Eropa tak layak disebut peradaban.

Dalam salah satu suratnya kepada gurunya, Kyai Sholeh Darat, dia menulis, ”Kyai, selama kehidupanku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama dan induk Al-Qur’an yang isisnya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan bualan rasa syukur hatiku kepada Allah. Namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa para ulama saat ini melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Qur’an dalam bahasa Jawa? Bukankah Al-Qur’an itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”. Subhanallah gals, hanya belajar satu surat saja, pemikiran Kartini langsung berubah, bagaimana ya kalau beliau sudah mempelajari Al-Qur’an sampai surat An-Nur dan Al-Ahzab. Mungkin gambar Kartini yang sekarang kita lihat bukan berkonde, tapi berkerudung dan berjilbab.

Gals, Kartini sebenarnya berjuang agar wanita Indonesia menjadi cerdas dalam mendidik anak dan mengolah rumah tangga. Bukan berlomba-lomba kerja kantoran dan melalaikan kewajibannya mengatur rumah tangga. Karena memang maju tidaknya sebuah negara ditentukan oleh bagaimana wanitanya, yang punya peranan penting dalam menyiapkan generasi bangsa.

Islam memang agama yang tock cer, Islam tidak memandang sebelah mata kaum wanita, seperti yang diisukan kaum feminis. Sebaliknya, Islam memposisikan peran wanita sejajar dengan laki-laki sesuai porsinya. Kalau laki-laki bisa berjihad di medan perang, maka kita bisa berjihad ketika melahirkan insan mungil. Bahkan Islam membolehkan (tidak mewajibkan) wanita bekancah di ranah publik, asalkan tidak meninggalkan kewajiban utamanya di rumah tangga. Misalnya, Khadijah yang menjadi pebisnis sukses di masanya, atau sahabat Shafiyyah Binti Abdul Muthalib yang berani menghadapi penyusup Yahudi seraya membunuhnya dengan tiang tenda. Yang perlu kita camkan gals, Allah SWT adil dalam mengatur peran wanita dan laki-laki. Yang membedakan hanya ketaqwaannya saja. Adil ga harus sama kan? Apa kamu yang SMA rela neh dikasih uang jajan 2000 rupiah, sama kayak adek kita yang masih TK? Ya engga dong!!(Is)

Jangan Nodai Kecantikanmu dengan Nyontek

Akhir-akhir ini para pelajar, terutama yang bermukim di kelas akhir sekolah lagi disibukkan dengan berbagai macam uji coba atau try out untuk persiapan di ajang UNAS. Ga peduli siswa cowok atau cewek, kita semua berjuang mati-matian (mati bo-ongan donk, iya kalo mati beneran ya dikubur). Menghadapi unas demi nilai tinggi dan memuaskan. Demikian pula dengan adek kelas kita, juga bakal berjuang sampai tetes darah penghabisan (ih, ikut donor darah dong), untuk meraih nilai agar tidak ngendon di kelasnya sekarang. Walhasil, mereka akan ngelakuin segala cara, supaya bisa mencapai GOAL tadi. Mulai dari les privat, ikut bimbingan belajar, nggenjot jam belajar, ampe nekat bikin catatan super duper imut sebagai “jimat” menjelang ujian. Eh, waktu ujian, keliru bawa struk belanjaan tadi malam. Capek deh. Bagi yang kurang persiapan, biasanya langsung ancang-ancang ngelobi target yang kira-kira capable untuk dimintai contekan. Istilahnya, posisi menentukan prestasi. Iih kalo yang terakhir ini mah nggak keren banget dech, palagi buat cewek

Sebenarnya yang dinamakan nyontek tuh yang kayak apa seh? Kasak-kusuk yang dapat dikategorikan menyontek diantaranya, nyalin jawaban teman atau ngintip dari buku catatan pas ujian (atau ngerpek). Or nyalin kalimat dari buku cetak tanpa nyebutin sumbernya saat ujian atau tugas. Gimana dengan ngasih contekan? Kamu ga boleh ngerasa aman lho, karena memberi contekan juga termasuk tindakan menyontek juga. Itu kan bikin contekan temen kita makin lancar jaya. Nah loh, ati-ati ya.

Gals, fenomena nyontek mungkin udah biasa seliweran di sekitar kita. Dan mungkin sebagian besar kita nganggap nyontek sebagai hal biasa. Padahal kalo kita perhatikan, ini nyontek tuh perbuatan curang yang memalukan. Selain bohong ama guru dan ortu, nyontek berarti membohongi diri sendiri. Aneh ya, padahal kita biasanya marah kalo dibohongi orang lain. Tapi kok mau dan rela dibohongi diri sendiri. Malah, ga sedikit yang bilang kalo nyontek itu sama dengan mencuri dan termasuk korupsi kecil-kecilan. Naudzubillah. Bayangin, cewek cantiq, caeum, dan kiut kayak kita (dikit narsis boleh donk... hehe) nyontek! Idih ga ada bedanya ama maling ayam yang bonyok digebukin massa dan digelendeng masuk bui.

Bayangin, ceweq cantiq, berwibawa, dan pinter kayak kita, nyontek! Identik ama pejabat koruptor yang makan duit rakyat, alias rela makan bangkai saudaranya sendiri. Iih... bakso dan soto masih enak, ngapain makan bangkai.

By the way, survey Litbang Media Group (19 April 2007) ngungkap kalo 70% responden di enam kota besar (Makasar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta dan Medan) ngaku ketika sekolah atau kuliah, pernah ngelakuin kecurangan akademik yaitu nyontek. Duuh ga bayangin dech, bagaimana kalo mereka nantinya memimpin negara ini. Ga heran deh banyak koruptor.

Nah, hati-hati gals! Nyontek ini penyakit menular. Kalo tembok iman kita dibangun dengan cara yang salah, bisa aja kita ketularan nyontek. Dan kalo kamu beri contekan, sebenarnya kamu lebih bersalah dari yang nyontek. Lho kok bisa? Iya dong, karena selain kamu ngebantu melestarikan tindakan menyontek, juga nggandeng teman kamu untuk selalu nyontek. Kalo kita tilik lebih lanjut, salah satu penyebab semakin langgengnya fenomena nyontek ini adalah lemahnya sanksi nyontek. Kalo cuman ditegur atau dikurangi nilainya, mungkin ga bisa bikinsi yang nyontek jerah. Sedikit sekali guru atau dosen yang sampai ngebatalin kelulusan karena nyontek. Dengan alasan belas kasihan. Pantes aja, banyak teman-teman kita yang semakin membara semangatnya untuk menyontek, apalagi sanksinya ringan banget. Padahal gals, andaikan mereka tahu sanksi apa yang akan diterima di akhirat, wuih, bisa gosong nih badan.

Ehem, idola kita, Muhammad Rosulullah bersabda : ”Barangsiapa mencurangi kami maka bukan dari golongan kami” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Al-Iman no 101]. Nah loh, kalo bukan golongannya Nabi Muhammad, golongan apa donk? Dalam Islam cuman ada 2 golongan, kalo ga golongan Rosul (taat pada Allah), pastilah golongan syetan. Hiih.....cantiq-cantik gaulnya ama syetan.

Gals, kenapa sih banyak temen kita yang pada nyontek? Ternyata, selain pengen nilai tinggi, motivasi nyontek bisa akibat tekanan tinggi yang diberikan kepada siswa. Tekanan nilai dan prestasi tentunya. Guru akan ngasih nilai raport berdasarkan hasil itung-itungan dari semua ujian yang dilakukan. Raport lalu bakal dilaporkan kepada orang tua siswa. Kalo nilainya jelek, tentu orang tua akan memperketat pengawasan belajar si anak. Bahkan, mungkin sampai ngebatasi waktu mainnya untuk belajar. Ga sedikit orang tua dan guru yang menilai baik-buruknya anak berdasarkan nilai akademik. Padahal seharusnya lebih ditekankan pada proses. Semaksimal apa usaha anak tadi dalam belajar? Karena disadari atau tidak, nilai adalah salah satu rizki Allah. Alasan nyontek yang lain adalah karena belum belajar saat ujian. Ini sudah hal yang umum, biasanya kita belajar semalam sebelum ujian. Wayangan. Padahal cara instan ini ga bakal efektif. Selain bikin kita capek, apa yang kita udah pelajari semalaman juga akan hilang secara instan. Alasan yang lain biasanya adalah karena sulitnya soal. Ini seakan maksa temen-temen kita untuk nyontek. Seperti kata Bang Napi, nyontek, yang sama halnya dengan mencuri dan korupsi, bisa dilakukan jika ada peluang dan kesempatan, maka WASPADALAH! WASPADALAH!

Nah, biar ”percontekan” ini ga semakin menjamur, sangat dibutuhkan kerjasama berbagai pihak. Karena kalo cuman kita aja yang jaga diri dan berusaha ngingatkan teman agar ga nyontek, tentu kurang efektif. Apalagi kita sendiri doyan nyontek. Bisa berabe tuh.

Pihak pengajar juga punya peranan yang besar, diantaranya ada membocorkan soal ujian, dan ada yang sedikit malas menjalankan sanksi. Padahal kalo hal ini terjadi sebaliknya, proses menyontek akan minim terjadi. Terakhir, sistem pendidikan juga kudu diperbaiki, jangan hanya melihat segalanya dari nilai nilai hitam di atas putih. Tapi lebih menekankan proses yang dilalui oleh nilai kejujuran. Nilai memang penting, tapi yang jauh lebih penting adalah gimana nyiapin mental mandiri dan jujur para siswa. Merekalah nanti yang akan nentukan nasibnya dan nasib bangsa ini.

Ok gals, dah paham kan? Kalo kamu ga mau dicap golongannya syetan, apalagi ga dianggep golongannya Nabi Muhammad (duuh..kachian...), jangan sekali-kali dech nyontek. Coz, ”lirikan mata” dan ”tangan terampil” kita nanti yang akan ngaku di hadapan Allah SWT. So, jangan nodai kecantikanmu dengan bergaul dengan para syetan.